Selasa, 12 Mei 2020

Bagaimana Saya Berbicara

Berbicara

Sejak kecil saya suka berbicara di depan, seperti berpidato atau sejenisnya.
Sampai dengan SMA, saya belum tau apa itu public speaking. Dan saya tidak pernah berpikir untuk mengasah kemampuan "berbicara". Bahkan mungkin tidak ada yang menganggap saya mampu "berbicara"

Saat kuliah, saya tidak lagi "berbicara" di depan. Tidak Percaya Diri. Ya, lebih tepatnya saya minder.
Di kelas, saya agak tertinggal pelajaran, sehingga saat presentasi kelompok, saya lebih sering hanya jadi penggembira yang hanya "nunut" nama di laporan.

The point is saya tidak bisa bicara tentang hal-hal yang saya (merasa) tidak tahu. Apalagi jelas2 saya tau bahwa orang-orang di sekitar saya adalah orang-orang yg tau atau bahkan ahli.

Bisa dibilang, saat kuliah saya sama sekali tidak mengembangkan diri. Saya tidak habis pikir, ngapain aja 3 tahun kuliah.

Selesai kuliah, lanjut bekerja.

Kegiatan "berbicara" pertama kali saat masuk dunia kerja adalah ketika didapuk menjadi MC acara family gathering pegawai. And that was so bad, euh.

Jujur, tidak ada yg istimewa saat saya tampil berbicara. Sangat biasa. Saya hampir tidak pernah khusus mempersiapkan diri ketika hendak menjadi MC, bahkan jadi MC dadakan pun saya naik dg santai.

Yang paling parah, ketika ujug2 diminta jadi narasumber pun, dengan santainya saya naik.
Sejalan dengan tupoksi kantor, tugas menjadi narasumber menjadi hal yg biasa bagi saya.
Bagi saya, berbicara di depan audiens itu adalah perkara gampang, selama saya tau apa yg saya bicarakan, selama itu adalah bidang saya.

Passion dan hobi itu beda

Di saya, berbicara itu mungkin hanya sebatas hobi, saya suka melakukannya. But, that is not my passion. Karena, jujur, meskipun saya suka ketika tampil berbicara, tp saya tidak suka dengan gaya bicara saya, bahasa tubuh saya ketika berbicara, pengaturan nada berbicara saya, and so...

Rasa tidak suka itu baru muncul, mungkin sekitar 3 tahun belakangan. Entah apa penyebabnya.

Rasa tidak suka itu kemudian merembet. Tidak hanya pada saat tampil bicara, namun juga saat berbicara dalam konteks percakapan pergaulan di kantor. (Kantor adalah interaksi sosial terbesar saya)

Entah bagaimana awalnya, saya sering benci dengan hampir setiap kata yg keluar dari mulut saya. Saya seringkali menyesal, sesaat setelah berbicara dg lawan bicara saya. Entah itu, "duh... kata-kata saya kok nyakitin ya", "kenapa sih saya sok banget", atau "ngapain ngomong yg ga ada gunanya", atau "mbok ya diem napa, bawel amat", atau "idih nyamber aja, bukan urusan saya jg", dst dst....

Dan seringkali mimik saya itu sangat2 tidak menyenangkan saat berhadapan dengan lawan bicara. Perubahan emosi yang sangat kentara. Atau bahkan ketidakpekaan yang parah.

Yang saya inginkan sekarang adalah meminta maaf  kepada teman2 yang sudah tersakiti oleh kata2 saya, dan saya ingin diam.
Mencoba untuk tak banyak bicara, berhenti berkomentar yg ga penting, dengan harapan semakin sedikit saya bicara, maka semakin kecil peluang melontarkan kata menyakitkan.

Demikian di forum, ga usah banyak bicara, sok2an cang cung cang cung seolah punya ide brilian.
Just stop it. Silent.
Berikan ide dan sumbangsihmu melalui cara lain.



Jumat, 08 Mei 2020

When i started

I don't know, how it should be
I don't know
I just wanna talk alone
But i don't know what i have to say